Gempa Bertubi-tubi, Inikah Saat yang Tepat Memikirkan Kembali Teknik Interlocking Kayu dan Bambu?

Baru-baru ini kita kembali dikagetkan dengan terjadinya bencana gempa bertubi-tubi yang menimpa saudara-saudara kita di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan beberapa kabupaten/kota lain di sekitarnya, yang efeknya bisa dirasakan hingga ke Pulau Bali. Tentu sudah sepatutnya sebagai sesama anak bangsa kita ikut berbelasungkawa atas jatuhnya cukup banyak korban akibat robohnya bangunan-bangunan yang terdapat di Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Barat hingga ke Mataram. Namun kita perlu sadari juga bahwa meskipun bencana merupakan suatu hal yang menjadi ketentuan Allah dan tidak mudah untuk diprediksi, terkadang ada hal yang kurang pas ketika kita “berinteraksi” dengan alam. Salah satunya terkait erat dengan bagaimana kita bermukim dan membangun rumah tinggal kita selama ini. Dengan kejadian gempa yang bertubi-tubi kemarin, inikah saat yang tepat memikirkan kembali struktur kayu dan bambu tahan gempa dengan teknik struktur kayu dan bambu interlocked?

Dahulu, saat manusia belum mengenal beton sebagai salah satu material pembentuk bangunan, mereka menggunakan material-material lokal yang dapat dengan mudah ditemukan di alam sekitar. Batu, bambu, kayu, batu bata, tanah liat merupakan material-material yang telah lama dikenal manusia ketika membangun rumah tinggalnya. Material-material tersebut memiliki karakternya masing-masing yang sekaligus membentuk kelebihan dan kekurangannya.

Manusia juga memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik. Saat tinggal di lingkungan dengan karakteristik fisik tertentu misalnya, mereka dapat beradaptasi dengan membuat bangunan rumah tinggalnya menyesuaikan dengan karakter lingkungan. Sebagai contoh, jika kita melihat rumah tradisional Toraja, Rumah Tongkonan, yang dibangun di tanah Toraja yang lokasinya banyak berada di dataran tinggi kita dapat melihat bentuk jendela yang kecil-kecil di dinding bangunannya. Selain itu, material yang digunakan untuk membangunnya sebagian besar adalah kayu dan bambu yang memiliki karakter lebih hangat apabila dibandingkan dengan batu ataupun batu bata. Hal ini salah satunya merupakan upaya adaptasi terhadap kondisi lingkungan pegunungan yang cenderung dingin sepanjang hari khususnya diwaktu pagi, sore dan malam hari.

bambu menjadi ciri rumah adat toraja
Jendela kecil pada dinding rumah adat Toraja, Rumah Tongkonan, merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap kondisi daerah pegunungan yang dingin.

Foto di atas menunjukkan bagian dari Rumah Tongkonan yang masih asli di daerah Lemo, Tana Toraja. Dalam foto tersebut terlihat bahwa rumah ini menggunakan kayu sebagai material utama bagian tiang, balok, dan dinding bangunan, sedangkan bagian atap menggunakan material bambu. Satu hal lagi yang juga dapat dilihat dengan jelas adalah sistem struktur yang menopang bangunan adat ini yaitu sistem struktur kayu tahan gempa yang dibangun dengan teknik interlocked.

struktur kayu interlocked
Struktur kayu interlocked pada rumah adat Toraja

Sistem struktur kayu yang saling mengunci (interlocked) secara teori memiliki ketahanan yang baik terhadap goncangan, dalam hal ini goncangan gempa. Di Pulau Sulawesi sendiri (sebagaimana dapat dilihat pada penampakan fisiknya yang bergunung-gunung tinggi yang cukup curam dengan pantai yang pendek/cenderung tidak landai) terdapat cukup banyak patahan (fault) sehingga tidak heran masyarakat tradisional Toraja memiliki kearifan lokal untuk membangun rumah adatnya dengan bentuk seperti ini.

Menurut informasi dari Buku “Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017” yang diterbitkan Pusat Studi Gempa Nasional, Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman,  seluruh wilayah di Indonesia memiliki ancaman bahaya gempa karena terdapat banyak patahan (fault) baik yang berada di lautan dan juga di daratan.

Peta Sumber Gempa Indonesia
Peta Sumber Gempa Indonesia (Sumber: PusGEN, 2017)

Dengan kondisi yang demikian ini, tentunya membangun rumah dan bangunan yang tahan gempa atau adaptif terhadap kerawanan bencana gempa bumi menjadi sesuatu yang menurut saya wajib untuk dilakukan di Indonesia. Salah satu teknik yang dapat dimanfaatkan dalam upaya membangun rumah tinggal atau bangunan yang tahan gempa antara lain dapat dilakukan dengan pemanfaatan sistem struktur kayu interlocked.

Salah satu bangunan rumah tinggal dengan arsitektur yang memanfaatkan teknik sistem struktur kayu interlocked telah ditunjukkan oleh Arsitek YB Mangunwijaya di rumahnya sendiri, Wisma Kuwera. Apabila anda berkunjung ke Wisma Kuwera di Yogyakarta, anda akan takjub ketika melihat betapa material kayu dapat dikombinasikan dan dikomposisikan dengan apik sehingga dapat menciptakan ruang tinggal yang nyaman sekaligus kuat dari sisi tektonika-nya. papan-papan kayu tipis bekerja bersama menjadi balok-balok penopang lantai yang meneruskan pembebanan ke tiang-tiang kayu yang cukup ramping. Solusi yang cerdas sekaligus estetis untuk menyelesaikan persoalan ketahanan terhadap ancaman bencana gempa bumi yang lumayan besar di Yogyakarta, dengan menggunakan struktur kayu dan bambu tahan gempa.

wisma kuwera yb mangunwijaya
Wisma Kuwera di Yogyakarta, karya Arsitek YB Mangunwijaya

Kota Yogyakarta sendiri (dan sebagian Klaten) pernah mengalami gempa yang cukup besar pada tahun 2006. Saat itu, saya ingat betul sekitar pukul 6 pagi, sehabis Subuh saya kembali rebahan di kamar kos saya di daerah Gendingan, Jebres, Surakarta, di samping Kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta tempat saya menimba ilmu Arsitektur.

Waktu itu, saya langsung kaget dan spontan lari keluar rumah saat goncangan gempa membuat bangunan berbunyi “kretekkk..kretekk..” dan siaran TV di ruang keluarga timbul-tenggelam dan mengeluarkan suara desis saat sinyal datang dan pergi akibat getaran hebat yang membuat tiang antena berubah-ubah posisi. Pukul 8 pagi, saya beranjak bersiap-siap untuk pulang kampung ke Purworejo, sebuah tempat yang berlokasi sekitar 3-4 jam perjalanan darat naik bis dari Kota Solo. Saat naik bis melewati Klaten dan Yogyakarta itulah baru saya mengerti betapa ancaman bahaya gempa bumi sangatlah serius dan tidak boleh dianggap remeh. Saat itulah saya melihat langsung betapa bangunan bertingkat yang terbuat dari beton bertulang pun ternyata masih ada yang tidak sanggup menahan getaran gempa dangkal Yogyakarta tahun 2006.

Selain sistem struktur dari beton bertulang yang pada saat ini lebih sering dipakai untuk membangun bangunan/rumah tahan gempa, pada kenyataannya masih ada masyarakat yang memanfaatkan struktur rangka kayu yang saling mengunci dalam membangun rumah/bangunan. Sistem struktur bangunan dari kayu itu sendiri selain sudah bukan hal baru karena sudah sejak lama digunakan manusia, juga sudah diteliti oleh banyak ahli.

Menurut Fachrurrozy (1994) sebagaimana dijelaskan oleh BMKG, gempa pada umumnya menyebabkan timbulnya getaran baik ke arah vertikal maupun getaran horisontal. Getaran vertikal, menurut Fachrurrozy tidak banyak menyebabkan struktur bangunan mengalami kegagalan. Justru getaran yang sifatnya horisontal (lateral) yang biasanya lebih banyak merusak bangunan mengingat titik-titik struktur terlemah terdapat di sini (biasanya titik pertemuan/sambungan antara kolom-balok, sloof-kolom, dan yang sejenis. Untuk itu desain sistem struktur baik yang dibangun dengan material beton bertulang maupun material kayu atau material lain sangat penting memperhatikan detail desain sambungan-sambungan yang sangat mungkin akan mendapatkan beban lateral (ke samping) dari gempa.

Gaya getaran yang membebani struktur bangunan apabila ditinjau dari waktu pembebanannya pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua menurut Fachrurrozy, yaitu gaya/beban periodik (stabil dalam jangka waktu lama), dan beban transient alias beban yang sifatnya sementara/insidentil. Nah, gaya/beban yang diakibatkan oleh gempa masuk dalam kategori yang kedua tersebut. Nah, untuk mengantisipasi gaya tersebut, maka menurutnya dalam merancang bangunan dengan struktur kayu perlu memperhatikan 3 hal penting, yaitu: 1) kayu yang dipilih untuk digunakan adalah kayu dengan Klas kekuatan yang tinggi, sehingga lebih kuat dan awet, 2) dimensi batang kayu yang akan digunakan membuat struktur haruslah didesain sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada, 3) bagian sambungan juga harus dirancang dengan benar sehingga kekuatan struktur tetap terjaga dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh (intact).

struktur kayu interlock
Contoh struktur kayu yang saling terkunci (interlock) (Sumber: grotontimberworks.com)

Meskipun menurut Tabel Modulus Elastisitas yang terdapat dalam Fachrurrozy (1994) kayu memiliki nilai elasitisitas yang jauh lebih rendah dari baja serta sedikit lebih rendah dari nilai modulus elastisitas beton bertulang, namun kayu memiliki nilai tegangan lentur, tegangan tarik, dan tegangan geser yang lebih tinggi dari material beton, granit, batu alam, maupun pasangan batu kali sehingga kayu memiliki ketahanan cukup baik juga terhadap deformasi ulur (tarik), lentur, geser, maupun torsi.

 

interlocking timber
Contoh Interlocked cabin frame dari Southwestlogcabin (Sumber: https://www.logcabinssouthwest.co.uk/log-cabin-construction/)

teknik jepang kuno dalam menyambung kayu
Teknik kuno menyambung batang kayu a la Jepang (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=IhlR48DwVdk&feature=youtu.be / http://wssrmnn.net/index.php/2017/02/05/japanese-wood-joinery/)

Atau bagi anda yang pada masa kecil anda senang bermain lego, mungkin anda akan menemukan bahwa membangun rumah dengan sistem modular tanpa paku dengan material Brikawood  sebagai alternatif struktur kayu dan bambu tahan gempa dapat memberikan kepuasan tersendiri.

 

brikawood modul
Brikawood modul (Sumber: https://www.brikawood-ecologie.fr/home/)

brikawood
Brikawood (Sumber: https://youtu.be/ierqMW_FxfE)

brikawood
Brikawood (Sumber: https://youtu.be/ierqMW_FxfE)

struktur kayu dan bambu tahan gempa
Brikawood (Sumber: https://youtu.be/ierqMW_FxfE)

Berikut ini video Youtube yang menggambarkan Brikawood in action:

Namun demikian, tentu saja kita juga tidak boleh melupakan bahwa sistem struktur kayu dan bambu tahan gempa ini juga memiliki kekurangan. Salah satu kekurangan sistem struktur ini antara lain adalah keterbatasannya dalam pemanfaatannya untuk bangunan tinggi/bertingkat lebih dari dua atau tiga lantai. Sehingga ketika ingin menggunakan sistem struktur kayu interlocked untuk bangunan tinggi perlu perencanaan dan desain yang mantap dan teruji secara keteknikan.

Bagaimana menurut anda? Kalau anda memiliki contoh struktur bangunan kayu dan bambu dengan sistem interlocked, silahkan share di kolom komentar di bawah artikel ini.. 🙂 Semoga tulisan mengenai struktur kayu dan bambu tahan gempa ini bermanfaat untuk anda!

 

Referensi:

[1] Fachrurrozy (1994). Struktur Kayu tahan Gempa (XIV ed., Vol. 3, Ser. 23). Retrieved August 11, 2018.

[2] www.grotontimberworks.com

[3] Buku “Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017“, PusGEN (2017)

Post a Comment

0 Comments