Ternyata Ini 6 Metode Desain Arsitek Eko Prawoto

Merancang seringkali hanya menggarisbawahi apa yang sudah ada, agar keunikan yang ada menjadi lebih terlihat.” (Eko Prawoto, 2020)

Rumahdaribambu kembali berkesempatan mengikuti temu virtual Sharing Session Archinesia ke-4 yang diadakan Kamis malam, 2 Juli lalu. Pada acara tersebut, salah satu Arsitek kenamaan Indonesia yang juga masih aktif mengajar, Eko Prawoto, mengambil giliran membagikan pendekatan arsitektur dan cara kerja yang biasa ia lakukan dalam menciptakan desain arsitektur.

Beruntung sekali, karena rumahdaribambu merasa materi yang dibagikan tersebut sangat berkualitas dan mendalam. Pak Eko Prawoto menyampaikan tak hanya cara kerja yang beliau lakukan bersama timya, namun juga filosofi yang mendasari mengapa pendekatan arsitektur yang diambilnya adalah pendekatan arsitektur yang dekat dengan alam.

Ilustrasi arsitektur natural. Sumber: pixabay.com

 

Ada 3 (tiga) pijakan pemikiran atau pendekatan desain yang dipegang teguh Pak Eko Prawoto dalam praktik profesinya sebagai seorang Arsitek.

Pertama, Pak Eko melihat arsitektur adalah “alat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, tidak lebih dari itu“.

Kedua, bagi Pak Eko Prawoto “arsitektur bukanlah entitas lepas yang berawal dan berakhir pada dirinya sendiri, arsitektur haruslah menjadi satu kesatuan integral dengan sekitarnya secara sosial, budaya dan lingkungan.”

Ketiga, pendekatan arsitektur Eko Prawoto memaknai bahwa “arsitektur selalu sementara (temporary)“. Implikasinya adalah seorang arsitek harus menyadari kedudukannya dan meletakkan desainnya pada hirarki atau tingkatan yang lebih rendah dari yang tetap, yaitu alam semesta ini. “Kita harus tahu diri, jangan melakukan perubahan yang permanen dan melukai alam.”

Kesementaraan itu bisa 10 tahun, 100 tahun, 1.000 tahun Tapi pasti akan lebih pendek umurnya dibandingkan umur bumi ini.

Menurutnya, sebenarnya klien yang dihadapi seorang Aritek itu ada 3, namun dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok klien yang berbicara dan kelompok klien yang diam.

Klien yang berbicara adalah klien itu sendiri, yang meminta bantuan kita untuk membuat desain arsitektur, yang membayar jasa kita. Sedangkan klien yang diam (silent) ada dua, yaitu sosial budaya, serta alam/lingkungan. Nah, ketiganya idealnya dipenuhi hak-haknya, dan dibela di dalam proses desain.

Arsitek Eko Prawoto sendiri ternyata memiliki kurang lebih 6 poin metode kerja yang ia pegang dalam proses desain arsitektur yang dilakukannya. Ke 6 Metode Desain Arsitek Eko Prawoto tersebut yaitu:

Pertama, kutipan di awal tulisan ini, metode kerja Arsitek Eko Prawoto diawali dengan “mulai dari apa yang ada”. “Merancang kadang hanya menggarisbawahi apa yang sudah ada, membuat agar keunikan yang ada menjadi lebih terlihat. Hanya semacam underlining what is already there”.

Kita mulai dari apa yang ada, bukan mulai dari ide. Amati dulu, dengar dulu, dan lihat apa yang ada di site.” Kita harus respek terhadap site atau tapak.

Pak Eko menekankan bahwa dalam berproses desain, mendengarkan kehendak site itu sangat penting. Arsitek harus mampu melihat dan menentukan apa yang harus tetap (tidak boleh diubah) dan apa yang boleh berubah.

Bagi Pak Eko dan timnya, desain arsitektur sedapat mungkin merupakan suatu bentuk “minimum intervention“, hindari membuat perubahan yang permanen, dilakukan seperlunya saja, dan bahkan sangat mungkin dilakukan secara bertahap.

Kedua, Arsitek Eko Prawoto melihat “kebutuhan programatik ruang itu tidak tetap (programmatic instability)“. Akan selalu berubah. Bahkan mungkin saja kebutuhan klien di saat awal proses perancangan dan disaat pelaksanaan pembangunan ternyata juga sudah berubah.

Implikasinya, menurut Pak Eko, Arsitek bersama klien semestinya bisa mengantisipasi. “Jangan kukuh pada rumusan-rumusan kebutuhan ruang”.

Ketiga, sedapat mungkin struktur ruang sebaiknya dibuat fleksibel dan open ended. Hal ini karena kebutuhan pasti akan berubah. Sisakan ruang-ruang untuk perubahan. “Desain kita tak akan kekal, dan keputusan-keputusan kita mungkin tidak akan selalu tepat. Jadi buatlah desain yang selalu bisa diubah, ditambah, dan seterusnya.”

Kemudian yang keempat, barulah aspek mengenai material dipikirkan, baik material struktur utama, material pengisi, serta material pada detail dan artikulasi. “Hal ini terkait dengan aspek ketersediaan (material), dengan budget (yang dimiliki klien), dan siapa yang akan mengerjakan (karakter dan skill dari tukang yang tersedia)”.

6 Metode Desain Arsitek Eko Prawoto
Proses desain dan membangun Arsitek Eko Prawoto
6 Metode Desain Arsitek Eko Prawoto
Proses desain dan membangun Arsitek Eko Prawoto
6 Metode Desain Arsitek Eko Prawoto
Bagaimana arsitektur menyatu dengan alam di karya Eko Prawoto

Kelima, Arsitek Eko Prawoto meyakini bahwa peran Arsitek sejatinya adalah sebagai pemandu saja, bukan pengambil keputusan tunggal. Arsitek justru membantu klien “mencari solusi optimal dari berbagai aspek yang perlu dipadukan supaya laras”.

Keenam, Pak Eko berpandangan bahwa seorang Arsitek juga memiliki tugas untuk menghidupkan kembali “ruh-jiwa tempat”, dan turut menyemai benih budaya lokal, misalnya dengan pemakaian material-material lokal, tenaga kerja dengan keterampilan lokal, sehingga ini beresonansi juga dengan geliat ekonomi lokal.

Kemudian di ujung pemaparan materi beliau, Arsitek Eko Prawoto menunjukkan beberapa karya yang pernah dibuat dan menceritakan proses desain dan pembangunannya.

Beberapa merupakan karya instalasi bambu terapung di Sonsbeek 2016 – Arnhem Belanda (Bamburst), sebuah instalasi bambu terapung di sebuah danau yang awalnya dirancang dengan “melupakan” sifat alami bambu yang akan mengapung di dalam air.

Namun akhirnya karya ini berhasil dirampungkan dengan perubahan desain yang dilakukan pada saat pengerjaan di lapangan, dengan kembali mencoba melihat sifat alamiah bambu tersebut.

Karya lain yang ditampilkan adalah salah satu karya hunian dengan proses desain dan pembangunan yang tidak semua digambar di awal, ada senthan-sentuhan yang langsung di lapangan. Terkadang gambar langsung dibuat di tanah, dan tukang mengikuti arahan langung dari arsitek. Hal ini erat juga kaitannya dengan keterampilan lokal yang ada, kemampuan tukang membaca gambar, dan kesediaan Arsitek untuk berkompromi dengan alam.

Nah, itulah sekelumit sharing mengenai pendekatan desain arsitektur dan metode kerja yang dibagikan oleh Arsitek Eko Prawoto pada acara Archinesia Sharing Session #4, Kamis malam kemarin. Semoga menambah pengetahuan pembaca semuanya ya..

Semoga bermanfaat! 🙂

Post a Comment

0 Comments